Belakangan ini audit
ini makin mengemuka setelah maha kasus bailout Bank Century
belum terselesaikan, dilakukan forensic sesuai permintaan legislatif dalam
upaya menindaklanjuti hasil audit investigasi yang dilaksanakan sebelumnya.
Disisi lain, semakin marak terjadi femonena fraud utamanya korupsi,
bahkan Ketua Komisi Yudisial (KY) Mahmud MD dalam salah satu media massa Koran
Jakarta mengatakan sampai akhir Januari 2012 terdapat 167 kepala daerah maupun
mantan yang secara resmi terlibat korupsi. Fraudmerupakan
kejahatan yang luar biasa, maka harus secara luar biasa pula penanganannya,
dibongkar dan dituntaskan melalui teknologi forensik sehingga diperoleh alat
bukti yang dapat diterima sistem hukum yang berlaku.
Makna Forensik
Audit forensik merupakan audit gabungan keahlian yang mencakup keahlian
akuntansi, auditing maupun bidang hukum/perundangan dengan harapan bahwa hasil
audit tersebut akan dapat digunakan untuk mendukung proses hukum di pengadilan
maupun kebutuhan hukum lainnya. Audit forensik dilakukan dalam rangka untuk
memberikan dukungan keahlian dalam proses legal pemberian keterangan ahli dalam
proses litigasi/litigation.Audit forensik yang sebelumnya dikenal
dengan akuntansi forensik mengandung makna antara lain “yang berkenaan
dengan pengadilan”. Selain itu, juga sesuatu yang berkenaan dengan
penerapan pengetahuan ilmiah pada permasalahan hukum.
Menurut Editor in chief dari Journal of Forensic
Accounting D. Larry Crumbley bahwa “secara
sederhana dapat dikatakan, bahwa akuntansi forensik adalah akuntansi yang
akurat untuk tujuan hukum, artinya akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah
perseteruan selama proses pengadilan atau proses peninjauan judisial atau
administratif”. Secara makro cakupan audit forensik meliputi
investigasi kriminal, bantuan dalam konteks perselisihan pemegang saham,
masalah gangguan usaha (business interupstions)/jenis lain dan klaim
assuransi, maupun business/employee fraud investigation.
Berkaitan dengan istilah fraud dalam judul tersebut
dapat dimaknai sebagai serangkaian kata perbuatan yang melawan hukum/illegal
acts yang dilakukan dengan sengaja dan merugikan pihak lain.
Perbuatan yang merugikan tersebut antara lain bisa berbentuk korupsi, kolusi,
dan nepotisme (KKN), kecurangan, penyelewengan, pencurian, penyogokan,
manipulasi, penggelapan, penjarahan, penipuan, penyelundupan, salah saji.
Perbuatan tersebut secara keseluruhan merupakan perbuatan yang menyimpang etika
dan kepatutan/abuse
Audit investigasi mendahului forensik secara kontekstual, perlu
ditingkatkan pemahaman yang maknanya merupakan audit yang bersifat khusus
utamanya yang ditujukan untuk mengungkap kasus-kasus atau kecurangan maupun
penyimpangan-penyimpangan yang memiliki indikasi Kolusi, Korupsi dan Nepotisme
(KKN). Audit investigasi merupakan kegiatan pengumpulan fakta dan bukti yang
dapat diterima dalam sistim hukum yang berlaku dengan tujuan untuk
mengungkapkan terjadinya kecurangan/fraud.
Menurut Centre
of International Crime Prevention/CICP dan UN Office
for Drug Control and Crime Prevention (UN-ODCCP) mengelompokkan
dalam 10 bentuk korupsi yaitu (i) Pemalsuan/Fraud, (ii) Penyuapan/Bribery,
(iii) Penggelapan/Emblezzlement, (iv) Komisi/Commision, (v)
Pemerasan/Extortion, (vi) Pilih kasih/Favoritism, (vii)
Penyalahgunaan wewenang/Abuse of Discretion, (viii) Nepotisme/Nepotism, (ix)
Bisnis orang dalam/Insider Trading, dan (x) Sumbangan Illegal/Illegal
contribution
Kecurangan Terkini
Tindak pidana kecurangan semakin berkembang seiring dengan perkembangan
inteligensia frauder dan menyelaraskan dengan perkembangan
ilmu dan teknologi informatika modern digital elektronik. Sebagai contohnya
adalah kecurangan dalam bentuk pencucian uang/money laundering dan
penggelapan asset. Tentunya dibutuhkan peran lembaga yang mampu mengendus
tindak kecurangan lebih dini dengan menggunakan teknologi modern melalui sistem
lembaga-lembaga keuangan untuk menghentikan tindak pidana tersebut.
Frauder akan berusaha mengamankan hasil kejahatannya antara lain dengan
merekayasa, menyamarkan dan menutupi/menyembunyikannya dari penegak hukum.
Namun demikian, auditor forensik harus menelusuri, menelisik jejak hasil fraud yang
sudah disamarkan atau dimanipulasikan dalam bentuk asset lainnya sehingga
diperoleh alat bukti yang handal dan memadai dalam rangka proses litigasi.
Upaya kamuflase hasil tindak pidana kecurangan bisa melalui money
laundering maupun penggelapan aset.
Pencucian uang/Money laundering. Merujuk pada Undang Undang Nomor 15 tahun 2002 yang
diubah dengan Undang Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang (TPPU) bahwa Pencucian Uang/money laundering adalah
“Perbuatan menempatkan, menstransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan,
menyampaikan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan,atau perbuatan
lainnya atas harta kekayaannya yang diketahui atau
patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk
menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan sehingga seolah-olah
menjadi harta kekayaan yang sah.
Tindak pidana tersebut melalui tiga proses yaitu penempatan/placement,
pelapisan/layering, dan Integrasi/integration. Tahap
Penempatan/placementmerupakan upaya menempatkan uang tunai
yang berasal dari tindak pidana kedalam sistem keuangan (finansial system)
atau upaya menempatkan uang giral kembali kedalam sistem perbankan (Bank, asel
mahal, barang antik dan perhiasan). Tahap pelapisan/layeringmerupakan
upaya untuk menstransfer harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana/dirty
money yang telah berhasil ditempatkan pada penyedia jasa keuangan
(bank) sebagai hasil usaha penempatan (placement) ke penyedia jasa
keuangan yang lain (menjual sekuritas yang lain). Tahap Integrasi/Integration merupakan
upaya menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah
berhasil masuk dalam sistem keuangan melalui penempatan atau transfer, sehingga
seolah-olah menjadiharta kekayaan yang halal/clean money untuk
kegiatan bisnis yang halal.
Audit investigasi-forensik
Audit investigasi/forensik dapat merupakan pengembangan lebih lanjut atas
hasil audit operasional, audit kinerja yang memuat adanya indikasi KKN dengan
konsekuensi terjadinya kerugian keuangan negara, namun demikian audit
investigasi dapat juga didasarkan indikasi kerugian yang tertayang sebagai
berita dalam media massa maupun dalam laporan atau pengaduan masyarakat.
Meskipun merupakan audit yang bersifat khusus, namun demikian teknologi
atau metodologi auditnya dapat menggunakan teknik audit secara umum sesuai
dengan standar audit yang berlaku dengan menggunakan teknik audit yang sifatnya
eksploratif melalui (i) Pengujian terhadap fisik/physical
examination yang meliputi penghitungan uang tunai, kertas berharga,
persediaan barang, aktiva tetap dan barang berwujud lainnya, (ii)Meminta
konfirmasi /confirmation dalam investigasi bahwa
tindakan konfirmasi harus dikolaborasi-padukan dengan sumber lain/substained,
(iii) Mengaudit dokumen atau buril /documentation termasuk dokumen digital,
electrical dan lainnya.
Teknik audit selanjutnya adalah (iv) Reviu yang sifatnya analitis/analytical
review yaitu teknik menjawab terjadinya kesenjangan atas perbandingan
yang dihadapi dengan apa yang layaknya harus terjadi, (v) Meminta informasi
lisan atau tertulis dari pihak yang diaudit/inquiry of the auditee untuk
mendukung masalah, (vi) Menghitung kembali/reperformance yang mana
penggunaan teknik ini dilakukan dengan menguji kebenaran perhitungan
(perkalian, pembagian, penambahan, pengurangan) dalam rangka memberikan jaminan
atas kebenaran secara aritmatikal, (vii) Mengamati/observation ini
lebih menggunakan intuisi auditor terhadap kemungkinan adanya hal-hal yang
disembunyikan.
Theodorus M. Tuanakotta menyampaikan beberapa kondisi yang bisa
mengidentifikasikan risiko terjadinya kecurangan yaitu lemahnya
manajemen yang tidak bisa menerapkan pengendalian intern yang ada atau tidak
bisa mengawasi proses pengendalian; Pemisahan tugas yang tidak jelas, terutama
yang berkaitan dengan tugas-tugas pengendalian dan pengamanan sumberdaya;
Transaksi-transaksi yang tidak lazim dan tanpa penjelasan yang memuaskan;
Kasus dimana pegawai cenderung menolak liburan atau menolak promosi;
Dokumen-dokumennya hilang atau tidak jelas, atau manajemen selalu menunda
memberikan informasi tanpa alasan yang jelas; Informasi yang salah atau
membingungkan, dan pengalaman audit atau investigasi yang lalu dengan temuan
mengenai kegiatan-kegiatan yang perlu dipertanyakan atau bersifat kriminal.
Seperti telah disinggung dalam uraian tersebut bahwa audit ini tidak sama
dengan pelaksanaan audit secara umum, audit forensik lebih menekankan pada
hal-hal atau tindakan yang diluar kewajaran atau diluar kebiasaan maupun yang
seringkali dikatakan pengecualian maupun keanehan (exception,
addities, irregularities) dan pola tindakan (pattern of
conduct) daripada hal-hal yang sifatnya normatif yaitu kesalahan (error) dan
keteledoran (ommisions) seperti audit umumnya. Dapat
dikatakan bahwa audit forensik merupakan suatu metodologi dan pendekatan khusus
dalam menilisik kecurangan (fraud), atau audit yang bertujuan untuk
membuktikan ada atau tidaknya fraudyang dapat digunakan dalam
proses litigasi.
Upaya penajaman atas permasalahan dari audit investigasi melalui
teknologi forensik, terutama untuk menguji bahan bukti audit yang
bersifat khusus utamanya yang ditujukan untuk mengungkap kasus-kasus atau
kecurangan maupun penyimpangan-penyimpangan yang memiliki indikasi merugikan
keuangan Negara, modus operandi, pihak-pihak yang terlibat, peraturan
perundangan yang dikangkangi, kapan terjadinya kejadian, lokus kejadian,
kerugian yang ditimbulkan, dan alat bukti perkara sesuai dengan Pasal 184 ayat
(1) KUHAP berupa keterangan saksi, keterangan ahli, bukti surat, petunjuk,
maupun keterangan terdakwa. Tentunya runtutan kejadian perkara tersebut harus
dituangkan dalam berita acara permintaan keterangan (BAPK) dari pihak yang
terkait dengan kejadian perkara dimaksud.
Dalam audit forensik ini secara normatif auditor dibebani tuntutan untuk
dapat memperoleh bukti dan alat bukti yang dapat mengungkap adanya tindak
pidanafraud. Selain itu, alat bukti hasil audit forensik
dimaksud untuk digunakan oleh aparat penegak hukum (APH) untuk dikembangkan
menjadi alat bukti yang sesuai dengan yang tercantum dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) seperti tersebut pada uraian
diatas dalam rangka mendukung litigasi peradilan. Alat bukti yang cukup
dikembangkan tersebut selanjutnya dilakukan analisis yang merupakan
tanggungjawab auditor dalam upaya pembuktian sampai menemukan alat bukti sesuai
ketentuan, sedangkan penetapan terjadinyafraud maupun salah
tidaknya seseorang merupakan wewenang APH, dalam hal ini alat bukti dan
keyakinan hakim pengadilan.
Sumber :
http://itjen.deptan.go.id/index.php/beranda/44-artikel/479-auditforensikmembedahfrauddanligitasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar