Kamis, 18 Desember 2014

PENASARAN DENGAN AUDIT FORENSIK ?MARI KITA CARI TAU

Belakangan ini audit ini makin mengemuka setelah maha kasus bailout Bank Century belum terselesaikan, dilakukan forensic sesuai permintaan legislatif dalam upaya menindaklanjuti hasil audit investigasi yang dilaksanakan sebelumnya. Disisi lain, semakin marak terjadi femonena fraud utamanya korupsi, bahkan Ketua Komisi Yudisial (KY) Mahmud MD dalam salah satu media massa Koran Jakarta mengatakan sampai akhir Januari 2012 terdapat 167 kepala daerah maupun mantan yang secara resmi terlibat korupsi. Fraudmerupakan kejahatan yang luar biasa, maka harus secara luar biasa pula penanganannya, dibongkar dan dituntaskan melalui teknologi forensik sehingga diperoleh alat bukti yang dapat diterima sistem hukum yang berlaku.

Makna Forensik
Audit forensik merupakan audit gabungan keahlian yang mencakup keahlian akuntansi, auditing maupun bidang hukum/perundangan dengan harapan bahwa hasil audit tersebut akan dapat digunakan untuk mendukung proses hukum di pengadilan maupun kebutuhan hukum lainnya. Audit forensik dilakukan dalam rangka untuk memberikan dukungan keahlian dalam proses legal pemberian keterangan ahli dalam proses litigasi/litigation.Audit forensik yang sebelumnya dikenal dengan akuntansi forensik mengandung makna antara lain “yang berkenaan dengan pengadilan”. Selain itu, juga sesuatu yang berkenaan dengan penerapan pengetahuan ilmiah pada permasalahan hukum.
Menurut Editor in chief dari Journal of Forensic Accounting D. Larry Crumbley bahwa “secara sederhana dapat dikatakan, bahwa akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat untuk tujuan hukum, artinya akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan atau proses peninjauan judisial atau administratif”. Secara makro cakupan audit forensik meliputi investigasi kriminal, bantuan dalam konteks perselisihan pemegang saham, masalah gangguan usaha (business interupstions)/jenis lain dan klaim assuransi, maupun business/employee fraud investigation.
Berkaitan dengan istilah fraud dalam judul tersebut dapat dimaknai sebagai serangkaian kata perbuatan yang melawan hukum/illegal acts yang dilakukan dengan sengaja dan merugikan pihak lain. Perbuatan yang merugikan tersebut antara lain bisa berbentuk korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), kecurangan, penyelewengan, pencurian, penyogokan, manipulasi, penggelapan, penjarahan, penipuan, penyelundupan, salah saji. Perbuatan tersebut secara keseluruhan merupakan perbuatan yang menyimpang etika dan kepatutan/abuse
Audit investigasi mendahului forensik secara kontekstual, perlu ditingkatkan pemahaman yang maknanya merupakan audit yang bersifat khusus utamanya yang ditujukan untuk mengungkap kasus-kasus atau kecurangan maupun penyimpangan-penyimpangan yang memiliki indikasi Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN). Audit investigasi merupakan kegiatan pengumpulan fakta dan bukti yang dapat diterima dalam sistim hukum yang berlaku dengan tujuan untuk mengungkapkan terjadinya kecurangan/fraud.
Menurut Centre of International Crime Prevention/CICP dan UN Office for Drug Control and Crime Prevention (UN-ODCCP) mengelompokkan dalam 10 bentuk korupsi yaitu (i) Pemalsuan/Fraud, (ii) Penyuapan/Bribery, (iii) Penggelapan/Emblezzlement, (iv) Komisi/Commision, (v) Pemerasan/Extortion, (vi) Pilih kasih/Favoritism, (vii) Penyalahgunaan wewenang/Abuse of Discretion, (viii) Nepotisme/Nepotism, (ix) Bisnis orang dalam/Insider Trading, dan (x) Sumbangan Illegal/Illegal contribution


Kecurangan Terkini
Tindak pidana kecurangan semakin berkembang seiring dengan perkembangan inteligensia frauder dan menyelaraskan dengan perkembangan ilmu dan teknologi informatika modern digital elektronik. Sebagai contohnya adalah kecurangan dalam bentuk pencucian uang/money laundering dan penggelapan asset. Tentunya dibutuhkan peran lembaga yang mampu mengendus tindak kecurangan lebih dini dengan menggunakan teknologi modern melalui sistem lembaga-lembaga keuangan untuk menghentikan tindak pidana tersebut.
Frauder akan berusaha mengamankan hasil kejahatannya antara lain dengan merekayasa, menyamarkan dan menutupi/menyembunyikannya dari penegak hukum. Namun demikian, auditor forensik harus menelusuri, menelisik jejak hasil fraud yang sudah disamarkan atau dimanipulasikan dalam bentuk asset lainnya sehingga diperoleh alat bukti yang handal dan memadai dalam rangka proses litigasi. Upaya kamuflase hasil tindak pidana kecurangan bisa melalui money laundering maupun penggelapan aset.


Pencucian uang/Money launderingMerujuk pada Undang Undang Nomor 15 tahun 2002 yang diubah dengan Undang Undang Nomor 25 Tahun 2003  tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) bahwa Pencucian Uang/money laundering adalah “Perbuatan menempatkan, menstransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyampaikan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan,atau perbuatan lainnya atas harta kekayaannya yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.
Tindak pidana tersebut melalui tiga proses yaitu penempatan/placement, pelapisan/layering, dan Integrasi/integration. Tahap Penempatan/placementmerupakan upaya menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak pidana kedalam sistem keuangan (finansial system) atau upaya menempatkan uang giral kembali kedalam sistem perbankan (Bank, asel mahal, barang antik dan perhiasan). Tahap pelapisan/layeringmerupakan upaya untuk menstransfer harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana/dirty money yang telah berhasil ditempatkan pada penyedia jasa keuangan (bank) sebagai hasil usaha penempatan (placement) ke penyedia jasa keuangan yang lain (menjual sekuritas yang lain). Tahap Integrasi/Integration merupakan upaya menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk dalam sistem keuangan melalui penempatan atau transfer, sehingga seolah-olah menjadiharta kekayaan yang halal/clean money untuk kegiatan bisnis yang halal.


Audit investigasi-forensik
Audit investigasi/forensik dapat merupakan pengembangan lebih lanjut atas hasil audit operasional, audit kinerja yang memuat adanya indikasi KKN dengan konsekuensi terjadinya kerugian keuangan negara, namun demikian audit investigasi dapat juga didasarkan indikasi kerugian yang tertayang sebagai berita dalam media massa maupun dalam laporan atau pengaduan masyarakat.
Meskipun merupakan audit yang bersifat khusus, namun demikian teknologi atau metodologi auditnya dapat menggunakan teknik audit secara umum sesuai dengan standar audit yang berlaku dengan menggunakan teknik audit yang sifatnya eksploratif melalui (i) Pengujian terhadap fisik/physical examination yang meliputi penghitungan uang tunai, kertas berharga, persediaan barang, aktiva tetap dan barang berwujud lainnya, (ii)Meminta konfirmasi /confirmation dalam investigasi bahwa tindakan konfirmasi harus dikolaborasi-padukan dengan sumber lain/substained, (iii) Mengaudit dokumen atau buril /documentation termasuk dokumen digital, electrical dan lainnya.
Teknik audit selanjutnya  adalah (iv) Reviu yang sifatnya analitis/analytical review yaitu teknik menjawab terjadinya kesenjangan atas perbandingan yang dihadapi dengan apa yang layaknya harus terjadi, (v) Meminta informasi lisan atau tertulis dari pihak yang diaudit/inquiry of the auditee untuk mendukung masalah, (vi) Menghitung kembali/reperformance yang mana penggunaan teknik ini dilakukan dengan menguji kebenaran perhitungan (perkalian, pembagian, penambahan, pengurangan) dalam rangka memberikan jaminan atas kebenaran secara aritmatikal, (vii) Mengamati/observation ini lebih menggunakan intuisi auditor terhadap kemungkinan adanya hal-hal yang disembunyikan.
Theodorus M. Tuanakotta menyampaikan beberapa kondisi yang bisa mengidentifikasikan  risiko terjadinya kecurangan yaitu  lemahnya manajemen yang tidak bisa menerapkan pengendalian intern yang ada atau tidak bisa mengawasi proses pengendalian; Pemisahan tugas yang tidak jelas, terutama yang berkaitan dengan tugas-tugas pengendalian dan pengamanan sumberdaya; Transaksi-transaksi yang tidak lazim  dan tanpa penjelasan yang memuaskan; Kasus dimana pegawai cenderung menolak liburan atau menolak promosi; Dokumen-dokumennya hilang atau tidak jelas, atau manajemen selalu menunda memberikan informasi tanpa alasan yang jelas; Informasi yang salah atau membingungkan, dan pengalaman audit atau investigasi yang lalu dengan temuan mengenai kegiatan-kegiatan yang perlu dipertanyakan atau bersifat kriminal.
Seperti telah disinggung dalam uraian tersebut bahwa audit ini tidak sama dengan pelaksanaan audit secara umum, audit forensik lebih menekankan pada hal-hal atau tindakan yang diluar kewajaran atau diluar kebiasaan maupun yang seringkali dikatakan pengecualian maupun keanehan (exception, addities, irregularities) dan pola tindakan (pattern of conduct) daripada hal-hal yang sifatnya normatif yaitu kesalahan (error) dan keteledoran (ommisions) seperti audit umumnyaDapat dikatakan bahwa audit forensik merupakan suatu metodologi dan pendekatan khusus dalam menilisik kecurangan (fraud), atau audit yang bertujuan untuk membuktikan ada atau tidaknya fraudyang dapat digunakan dalam proses litigasi.
Upaya penajaman atas permasalahan dari audit investigasi  melalui teknologi forensik, terutama untuk menguji bahan bukti  audit yang bersifat khusus utamanya yang ditujukan untuk mengungkap kasus-kasus atau kecurangan maupun penyimpangan-penyimpangan yang memiliki indikasi merugikan keuangan Negara, modus operandi, pihak-pihak yang terlibat, peraturan perundangan yang dikangkangi, kapan terjadinya kejadian, lokus kejadian, kerugian yang ditimbulkan, dan alat bukti perkara sesuai dengan Pasal 184 ayat (1) KUHAP berupa keterangan saksi, keterangan ahli, bukti surat, petunjuk, maupun keterangan terdakwa. Tentunya runtutan kejadian perkara tersebut harus dituangkan dalam berita acara permintaan keterangan (BAPK) dari pihak yang terkait dengan kejadian perkara dimaksud.
Dalam audit forensik ini secara normatif auditor dibebani tuntutan untuk dapat memperoleh bukti dan alat bukti yang dapat mengungkap adanya tindak pidanafraud. Selain itu, alat bukti hasil audit forensik dimaksud untuk digunakan oleh aparat penegak hukum (APH) untuk dikembangkan menjadi alat bukti yang  sesuai dengan yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)  seperti tersebut pada uraian diatas  dalam rangka mendukung litigasi peradilan. Alat bukti yang cukup dikembangkan tersebut selanjutnya dilakukan analisis yang merupakan tanggungjawab auditor dalam upaya pembuktian sampai menemukan alat bukti sesuai ketentuan, sedangkan penetapan terjadinyafraud maupun salah tidaknya seseorang merupakan wewenang APH, dalam hal ini alat bukti dan keyakinan hakim pengadilan.


Sumber :

http://itjen.deptan.go.id/index.php/beranda/44-artikel/479-auditforensikmembedahfrauddanligitasi

PERBEDAAN PPH PASAL 21,22 DAN 23

PPH PASAL 21
PPh pasal 21 adalah pasal yang mengatur pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang diterima dari pekerjaan / jasa baik dalam hubungan kerja maupun dari pekerjaan bebas oleh WP perorangan dalam negeri.
Yang termasuk objek pajak PPh Pasal 21 adalah :
  1. Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, pegawai tidak tetap, pemagang dan calon pegawai serta    distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis
  2. Penerima honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan atas jasa dan kegiatan yang jumlahnya dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan; mantan pegawai yang menerima jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus; peserta program pensiun yang menarik dananya pada dana pensiun; dikenakan tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan dengan penghasilan bruto
  3. Tenaga Ahli yang melakukan pekerjaan bebas (pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris) dikenakan tarif PPh Psl 17 x 50% dari perkiraan penghasilan bruto – PTKP perbulan
  4. Pegawai harian, pegawai mingguan, pemagang, dan calon pegawai, serta pegawai tidak tetap lainnya yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan dan uang saku harian yang besarnya melebihi Rp.150.000 sehari tetapi dalam satu bulan takwim jumlahnya tidak melebihi Rp. 1.320.000,- dan atau tidak di bayarkan secara bulanan.
  5. Penerima pesangon, tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dikenakan tarif PPh final sebagai berikut:
- 5% dari penghasilan bruto diatas Rp 25.000.000 s.d. Rp. 50.000.000.
- 10% dari penghasilan bruto diatas Rp. 50.000.000 s.d. Rp. 100.000.000.
- 15% dari penghasilan bruto diatas Rp. 100.000.000 s.d.Rp. 200.000.000.
- 25% dari penghasilan bruto diatas Rp. 200.000.000.

  1. Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/POLRI yang menerima  honorarium dan imbalan lain yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah.
Sebelum melakukan Pemotongan Pajak PPh Pasal 21, maka Pemotong Pajak harus terdaftar sebagai Pemotong Pajak PPh  Pasal 21 terlebih dahulu di Kantor Pelayanan Pajak.
Untuk mengetahui apakah Wajib Pajak mempunyai kewajiban sebagai Pemotong Pajak PPh Pasal 21 dapat dilihat pada Surat Keterangan Terdaftar yang diterima dari Kantor Pelayanan Pajak pada saat pendaftaran NPWP.
Pemotong Pajak PPh Pasal 21 mempunyai kewajiban menyetor PPh Pasal 21 ke Bank Persepsi atau kantor Pos dan melaporkan Pemotongan Pajak PPh Pasal 21 tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak.

PPH PASAL 22
PPh pasal 22 membahas tentang penghasilan yang berasal dari penjualan pada instansi pemerintah, impor, dan industri tertentu (industri rokok, industri kertas, industri otomotif, industri semen, industri baja, Pertamina Bulog untuk tepung terigu dan gula pasir).
Tarif PPh pasal 22 atas penjualan instansi pemerintah :
PPh pasal 22 bendaharawan = 1,5% x nilai penjualan
Tarif PPh pasal 22 atas impor :
  1. Bila importir memiliki API (Angka Pengenal Impor)
PPh pasal 22 impor = 2,5% x nilai impor
  1. Bila importir tidak memiliki API
PPh pasal 22 impor = 7,5% x nilai impor
Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22
  1. PPh Pasal 22 atas impor barang (angka II butir 1) disetor oleh importir dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP).PPh Pasal 22 atas impor barang yang dipungut oleh DJBC harus disetor ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro dalam jangka waktu 1(satu) hari setelah pemu-ngutan pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
  2. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (angka II butir 2 dan 3) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro secara kolektif pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut menerbitkan bukti pungutan rangkap tiga, yaitu:
- lembar pertama untuk pembeli;
- lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak;
- lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan dilaporkan ke KPP paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa pajak berakhir.
  1. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (angka II butir 4) disetor oleh pemungut atas nama Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP dan menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
  2. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (angka II butir 5 dan 7) disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP. Pemungut menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
  3. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (angka II butir6) disetor sendiri oleh Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (delivery order) ditebus dengan menggunakan SSP. Pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh Ps. 22 rangkap 3 yaitu:
- lembar pertama untuk pembeli;
- lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak;
- lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
. Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22
  1. Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
  2. Atas pembelian barang (angka II butir 2,3, dan 4) terutang dan dipungut pada saat pembayaran;
  3. Atas penjualan hasil produksi (angka II butir 5) terutang dan dipungut pada saat penjualan;
  4. Atas penjualan hasil produksi (angka II butir 6) dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order);
  5. Atas pembelian bahan-bahan (angka II butir 7) terutang dan dipungut pada saat pembelian.
Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22
  1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB).
  2. Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai; dilaksanakan oleh DJBC.
  3. Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali, dan dilaksanakan oleh Dirjen BC.
  4. Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah yang jumlahnya paling banyak Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
  5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos.
  6. Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.
  7. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
  8. Impor kembali (re-impor) yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh DJBC.
  9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog

PPH PASAL 23
PPh pasal 23 membahas tentang penghasilan yang diperoleh dari penggunaan harta atau modal (deviden, bunga, royalti, hadiah penghargaan, sewa, dan jasa).
  1. Deviden, royalti, bunga, hadiah penghargaan
PPh pasal 23 = 15% x penghasilan bruto
  1. Sewa dan jasa
PPh pasal 23 = 2% x penghasilan bruto
Pemotong dan Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23
  1. Pemotong PPh Pasal 23:
  2. badan pemerintah;
  3. Wajib Pajak badan dalam negeri;
  4. penyelenggaraan kegiatan;
  5. bentuk usaha tetap (BUT);
  6. perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
  7. Wajib Pajak Orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
  1. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23:
  2. WP dalam negeri;
  3. BUT
Tarif dan Objek PPh Pasal 23 dipotong Pajak Penghasilan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto dan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai
Saat Terutang, Penyetoran, dan SPT Masa PPh Pasal 23
  1. PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
  1. PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutang pajak.
Dalam ketentuan baru Undang-undang Pajak Penghasilan, struktur tarifnya adalah sebagai berikut :
Tarif 15% x Penghasilan Bruto dan bersifat tidak final dikenakan terhadap penghasilan berupa dividen, bunga, royalti dan hadiah, penghargaan dan bonus selain yang sudah dipotong PPh Pasal 21.
Dihapus
sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai  Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan
imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa  konsultan,  dan jasa  lain  selain  jasa  yang  telah  dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.






Sumber

KODE ETIK AUDITOR ANTARA KONSEP DAN KENYATAAN

Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.
Kode yaitu tanda-tanda atitau simbol-simbol yang berupa kata-kata, tulisan atau benda yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu, misalnya untuk menjamin suatu berita, keputusan atau suatu kesepakatan suatu organisasi. Kode juga dapat berarti kumpulan peraturan yang sistematis.
Kode etik yaitu norma atau asas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat atau di lingkungan kerja. Kode etik merupakan sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan hal yang benar/baik dan yang tidak benar/tidak baik. Kode etik diusahakan untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan akan dipegang teguh oleh seluruh anggota kelompok tertentu.
Kode Etik Akuntan Indonesia, yaitu norma perilaku etika akuntan di Indonesia dalam memenuhi tanggung jawab profesinya yang mengatur hubungan antara akuntan publik dengan klien, antara akuntan publik dengan rekan sejawat dan antara profesi dengan masyarakat. Etika profesi terdiri dari lima dimensi yaitu kepribadian, kecakapan profesional, tangung jawab, pelaksanaan kode etik, penafsiran dan penyempurnaan kode etik.
Sedangkan kode etik akuntansi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari dalam profesi akuntansi. Kode etik akuntansi dapat menjadi penyeimbang segi-segi negatif dari profesi akuntansi, sehingga kode etik bagai kompas yang menunjukkan arah moral bagi suatu profesi dan sekaligus menjamin mutu moral profesi akuntansi dimata masyarakat.        
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya.        
Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional. Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi:
·         Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.
·         Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa


Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
·         Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
·         Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.

Dua sasaran pokok dari kode etik yaitu:
·         kode etik bermaksud melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan oleh kelalaian baik secara disengaja ataupun tidak disengaja dari kaum profesional,
·         kode etik bertujuan melindungi keseluruhan profesi tersebut dari perilaku buruk orang-orang yang mengaku diri profesional.

            Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode etik ini mengikat para anggota Ikatan Akuntan Indonesia dan dapat dipergunakan oleh seluruh akuntan di Indonesia.Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak menaatinya.

Penyimpangan Perilaku dalam Audit yang sering terjadi dalam kenyatannya
Penyimpangan perilaku auditor adalah proses, cara perbuatan menyimpang atau sikap, tindak diluar ukuran (kaidah) yang berlaku. Dimana seorang auditor dalam menjalankan profesinya menyimpang dari aturan atau standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Auditor dikatakan bersalah apabila dalam melaksanakan tugasnya (penugasan audit) tidak sesuai dengan aturan atau standar yang berlaku.
Standar auditing merupakan pedoman bagi auditor dalam menjalankan tugasnya. Dalam praktiknya di lapangan beberapa auditor menerima dan melakukan penyimpangan terhadap kode etik dan standar auditing. Penyimpangan terhadap standar auditing merupakan tindakan penyimpangan perilaku dalam audit yang dapat mempengaruhi audit yang dilakukan.
Menurut Donnelly, Quirin, dan O’Bryan (2003) dalam jurnal Yuke Irawati dan Thio Anastasia PetronilaMukhlasin (2005) mengungkapkan bahwa jenis-jenis penyimpangan perilaku yang biasanya dilakukan oleh seorang auditor adalah:
1.      Melaporkan waktu audit dengan total waktu yang lebih pendek dari pada waktu yang sebenarnya (under-reporting of audit time). Tindakan ini dilakukan auditor dengan cara mengerjakan program audit dengan menggunakan waktu personal atau pribadi, dan tidak melaporkan waktu lembur yang digunakan dalam pengerjaan program audit.
2.      Perilaku yang mempengaruhi kualitas audit secara langsung adalah merubah prosedur yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan audit di lapangan (replacing and altering original audit procedures)
3.      Penyelesaian langkah-langkah audit yang terlalu dini tanpa melengkapi keseluruhan prosedur (premature sigining-off of audit steps without completion of the procedure), gagal memahami prinsip-prinsip akuntansi, melakukan review dokumen yang dangkal, serta menerima penjelasan lemah dari klien.”
Dengan mengetahui penyimpangan yang dilakukan oleh auditor yaitu berupa melaporkan waktu audit dengan total waktu yang lebih pendek dari pada waktu yang sebenarnya hal ini berpengaruh pada salah satu prinsip profesionalisme dimana seorang auditor tidak bersikap jujur dan terus terang dalam menjalin hubungan bisnis dalam melaksanakan pekerjaannya dalam batasan kerahasiaan objek pemeriksaan, selain itu juga auditor melakukan penyimpangan berupa merubah prosedur yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan audit di lapangan yang dimana dalam hal ini auditor tidak mematuhi perilaku profesional yang tidak mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku serta standar teknis dalam melaksanakan jasa auditing, atestasi dan review yang ditetapkan oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia), serta melakukan penyelesaian langkah-langkah audit yang terlalu dini tanpa melengkapi keseluruhan prosedur dimana seorang auditor tidak memelihara pengetahuan dan keahlian profesionalnya pada suatu





sumber :

PRO KONTRA KENAIKAN HARGA BBM BERSUBSIDI

Pro-Kontra Kenaikan Harga BBM
VIVAnews - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kembali menegaskan rencana menaikkan harga BBM dalam pidato di Kementerian Luar Negeri, Kamis, 23 Februari 2012. Kepada para kepala perwakilan diplomatik Indonesia yang bertugas di mancanegara, Yudhoyono mengungkapkan rencana kenaikan itu terkait kondisi geopolitik Timur Tengah sehingga harga minyak melambung.
"Kita tidak bisa lepas dan menunggu apa yang datang ke negeri kita. Geopolitik di Timur Tengah, ketegangan Iran-AS-Uni Eropa harga minyak meroket," kata Yudhoyono.
Menurut dia, meroketnya harga minyak akibat perkembangan tersebut mempengaruhi perekonomian semua bangsa, termasuk Indonesia. Maka pemerintah Indonesia harus menyesuaikan kembali APBN, fiskal dan subsidi. "Ini agar membawa kebaikan bagi semua. Kalau ada solusi lain, tidak perlu dinaikkan," kata dia.
Yudhoyono melanjutkan, keputusan menaikkan harga BBM juga bertujuan menyelamatkan perekonomian di masa depan.
Sebelumnya, dalam sidang kabinet Rabu, SBY menyatakan akan menaikkan harga BBM menyusul tingginya harga minyak dunia yang telah melampaui target APBN 2012. Pemerintah tidak mungkin lagi menetapkan asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) US$90 per barel, karena harga ICP saat ini telah mencapai US$115 per barel.
Sedangkan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Jero Wacik mengatakan akan meminta restu menaikkan harga BBM ke Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat pada Selasa, 28 Februari. Rencananya, pemerintah akan membawa tiga opsi kenaikan, yaitu Rp500, Rp1.000, dan Rp1.500 per liter, dari yang saat ini Rp4.500 per liter.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, langkah menaikkan harga BBM merupakan solusi pemberian subsidi yang tepat sasaran. "Jadi ini baik, masyarakat menengah kita yang sebelumnya menikmati 70 persen (BBM bersubsidi) bisa membayar kenaikan itu," ujar Hatta di Jakarta Convention Center, Kamis.
Hatta menambahkan, sesuai arahan Presiden, saat ini para menteri tengah melakukan kajian mengenai rencana kenaikan harga BBM. Diharapkan pada Maret, keputusan sudah diperoleh dan selanjutnya diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat.
Pro-kontra
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak adalah cara terbaik mengurangi beban subsidi. "Itu yang paling mudah dan simpel," kata Kalla usai diskusi bertajuk Menuju Jakarta Lebih Baik dan Bermartabat di Menara ESQ 165, Jakarta, Kamis.
JK sudah berulang kali menyarankan pemerintah menaikkan harga BBM. Sebab subsidi energi menyedot anggaran sangat besar. Pada kesempatan sebelumnya, JK mengatakan, dengan asumsi harga minyak US$100 per barel, maka subsidi yang dikeluarkan mencapai Rp200 triliun. Akibatnya, pemerintah tidak memiliki anggaran untuk pembangunan infrastruktur. Cara satu-satunya mengurangi subsidi dengan menaikkan harga BBM.
Dalam hitungan lembaga kajian energi ReforMiner Institute, dengan kenaikan harga Rp500 per liter saja, pemerintah telah menghemat subsidi Rp19 triliun. "Itu dengan asumsi harga minyak US$110 per barel, dan sekarang sudah US$115," kata Direktur ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto kepada VIVAnews melalui sambungan telepon, Kamis.
Sementara itu dengan kenaikan Rp1.000 per liter, maka penghematan bisa meningkat menjadi Rp38 triliun, dan Rp57 triliun untuk kenaikan Rp1.500 per liter.
Keputusan menaikkan harga, menurut Pri Agung, adalah langkah yang paling masuk akal. Sebab tingginya subsidi telah membuat anggaran negara tak sehat. "Ini langkah paling tepat," katanya.
Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria juga mendukung langkah pemerintah ini. Selama ini pemerintah dibebani subsidi yang tak tepat sasaran. "BBM bersubsidi lebih banyak digunakan oleh kendaraan pribadi. Ini tidak tepat," katanya, melalui sambungan telepon.
Dia mengatakan, pemerintah masih perlu mengatur distribusi BBM secara tepat, sehingga subsidi bisa tepat sasaran. "Jangan sampai subsidi BBM dinikmati orang-orang kaya," katanya. "Karena itu, kenaikan harga BBM adalah langkah yang tepat."
Meski demikian, Sofyano tidak sepakat bila subsidi dihapus total. Subsidi masih diperlukan agar produk-produk lokal bisa bersaing di kancah internasional. "China mensubsidi listrik dan Australia mensubsidi pertanian. Ini semua agar produk ekspornya bisa bersaing," tutur Sofyano.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Priyo Budi Santoso, juga menilai menaikkan harga adalah langkah satu-satunya yang harus dilakukan pemerintah. Pemerintah tak lagi bisa menahan besarnya subdisi bahan bakar seiring melambungnya harga minyak dunia.
"Kalau tidak menaikkan harga BBM, justru akan menambah daya gawat perekonomian kita," kata Priyo di Jakarta, Kamis.
Partai oposisi PDI Perjuangan menolak secara tegas keputusan pemerintah menaikkan harga BBM demi mengurangi beban APBN Rp70 triliun. Alasan Megawati, masih ada sektor-sektor lain yang dapat dioptimalkan untuk menambah pendapatan negara.
"Kalau kenaikan BBM hanya untuk menutup defisit APBN, jelas kami menolak kebijakan itu," kata Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri di Yogyakarta, Kamis.
Menurut Megawati, pemerintah seharusnya berpikir keras mendapatkan tambahan pendapatan. Megawati menegaskan, potensi mendapatkan tambahan pendapatan negara dari sumber daya alam yang dimiliki masih sangat bisa diandalkan.
"Kalau urusannya hanya memilih antara menaikkan, membatasi BBM, dan akan merugikan rakyat pasti kami menolaknya," kata Presiden RI ke-5 ini.
Bagi Megawati, meski menolak kebijakan menaikkan BBM, Fraksi PDI Perjuangan di DPR akan mempelajari lebih dalam kebijakan pemerintah itu. "Tentunya kebijakan dari pemerintah tidak ditolak semua. Kami akan pelajari dahulu," kata Megawati.
Sumbang Inflasi
Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution menilai inflasi akan naik menjadi di atas 5 persen jika pemerintah menaikkan BBM. Bahkan, jika kenaikan Rp1.500 per liter atau dari Rp4.500 menjadi Rp6.000, akan memicu inflasi 5,5 persen.
"Kenaikan harga BBM memang diperlukan untuk mengamankan APBN," ujar Darmin di Jakarta, Kamis 23 Februari 2012.
Sementara itu dari hasil kajian ReforMiner, inflasi akan timbul dari kenaikan harga BBM ini. Bila BBM naik Rp500, maka terjadi inflasi 0,5 persen. Sedangkan kenaikan Rp1.000 dan Rp1.500 akan terjadi inflasi masing-masing 1,02 dan 1,6 persen.
Karena itu, pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), meminta pemerintah memberi kepastian kenaikan harga BBM secepatnya, agar mencegah spekulasi kenaikan harga barang.
Ketua Apindo Sofjan Wanandi mengatakan, kepastian diperlukan agar pengusaha bisa menghitung beban biaya produksi. "Harga barang akan naik, itu pasti," kata Sofjan saat ditemui di Jakarta Convention Center, Kamis.
Sofjan mengatakan, untuk meredam kenaikan harga ini, pemerintah perlu membenahi sektor infrastruktur dan logistik demi menekan biaya produksi. Hal ini perlu untuk melindungi masyarakat.
Memang, dia mengakui, pembenahan sektor infrastruktur dan logistik merupakan solusi jangka panjang. Sementara itu, untuk jangka pendek, masyarakat perlu mendapatkan bantuan seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT). "Tapi, betul-betul harus dijaga agar sampai tujuan," katanya.(np)
• VIVAnews